Pria Punya Usaha

on Sabtu, 28 April 2012
Dengan modal kecil membangun usaha
Roby Siswanto (22), pria kelahiran Bengkulu, bosan berkeliling Jakarta
mencari lowongan yang berujung pada ketidaksesuaian syarat iazah.
Banyak pekerjaan yang mematok persyaratan iazah sarjana. Berbekal
pengalaman saat menjadi santri di Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Roby
mencoba membuat bisnis minuman sari tebu yang ia lihat saat masih menjadi
santri. Bisnis yang ia geluti ini terinspirasi makin banyaknya minuman
instan yang kini dilarang karena mengandung zat kimia dan pewarna.
Mulailah ia menyiapkan peralatan yang diperlukan. Ia harus membeli
peralatan giling tebu seharga Rp 5 juta per set, sudah termasuk mesin
kompresor berbahan bakar bensin yang ia peroleh dari seorang bos. Selain
itu, ia juga harus menyiapkan gerobak, wadah, atau gelas, serta payung
besar. Sekarang tinggal mencari tempat yang tepat untuk berjualan sari tebu.
Tempat yang paling pas, menurutnya ialah di dekat sekolah atau depan
supermarket yang banyak dilalui orang atau anak-anak. Untuk penyediaan
tebu, ia dapatkan dari penyuplai tebu dari Bengkulu atau Jambi. Tebu dari
kedua daerah tersebut mempunyai rasa yang manis dan tak membuat
batuk, katanya.
Modal yang dikeluarkan semua tak kurang dari Rp. 7 juta, masih
mendingan jika harus digunakan untuk menyogok bila ingin menjadi pegawai
negeri, seperti yang banyak dilakukan teman-temannya. Setelah dihitung
ternyata omzet yang dihasilkan dari berbisnis tebu bisa mencapai Rp. 200
ribu per hari, hampir menyamai keuntungan bisnis angkot atau warung
makan. Padahal bahan baku yang digunakan sangat sederhana hanya
batang tebu seharga Rp 4.500 per batang. Dari satu batang dapat diperoleh
5 -6 gelas sari tebu yang diual Rp 1.500-Rp 2.000 per gelas.
Modal seadanya yang membawa sukses
Lain lagi dengan wiraswastawan bernama lengkap Topo Goedel
Atmodjo (32) yang memiliki bengkel motor modifkasi “Tauco Custom”
di Jalan Raya Kebagusan Jagakarsa. Sejak lulus SMA, tahun 1994 dan
mengalami kesulitan mencari kerja, ia terjun ke bidang mesin khususnya
mesin motor. Dari SMA, Topo memang sudah menyukai mesin, mungkin
karena dulu kakeknya punya bengkel. Berangkat dari hobinya terhadap
mesin motor, ia kemudian mencoba membuka bengkel motor modifkasi.
Menurutnya, bengkel modifkasi motor masih jarang dan prospeknya cukup
bagus. Dengan modal semangat dan uang seadanya, ia memulai bisnis ini.
Bengkelnya dibuat pertama kali dengan menumpang pekarangan
rumah orang di gang sempit, bahkan ia pun tidur di tempat itu. Kemudia,
bersama temannya yang ingin membuka bengkel mobil, ia menyewa lahan.
Semua alat-alat bengkel, ia rakit sendiri.
Bengkel modifkasinya makin dikenal orang lewat mulut ke mulut.
Banyak yang memakai jasanya. Selain harganya murah, bengkel modifkasi
juga tepat untuk orang yang mau memperbaiki motor bermodal cekak.
Untuk perbaikan motor modifkasi ini, ia mencari barang-barang atau
onderdil ke lapak-lapak lalu ia memanfaatkan bahan-bahan reject dari lapak
tersebut untuk memperbaiki motor orang.
Untuk memodifkasi motor, pelanggan biasanya mempunyai keingi-
nan sendiri. Ia mendiskusikannya dengan pemilik motor, apa yang
diinginkannya. Setiap orang yang datang ke sini pasti ditanyakan dulu,
maunya seperti apa. Setelah itu, ia membuatkan konsepnya sesuai dengan
permintaan. Kalau orang tersebut tidak tahu sama sekali tentang modifkasi,
ia akan menjelaskan sedetail mungkin mengenai konsepnya. Jadi, ia selalu
berusaha memberikan yang terbaik buat pemilik motor agar puas.
Kalau mengenai harga, memang relatif bergantung pada konsepnya.
Tetapi, bagi penggemar motor modifkasi, itu sudah biasa. Pengalamannya
selama mengerjakan motor modifkasi, harga yang tinggi sudah mencapai
Rp 70 juta. Ada juga yang Rp 15 juta bergantung modelnya. Ia menerima
semua jenis motor yang bisa dimodifkasi untuk semua aliran. Ada aliran
trel, sport, super, dan klasik, sedangkan motornya bisa jenis tiger, scorpio,
shogun, thunder, mio, dan lain-lain. Modifkasi itu dibuat karena hobi
sehingga berapa pun biaya tidak jadi masalah bagi mereka. Kini, sekitar
seribu lebih desain telah dihasilkannya selama 13 tahun buka bengkel. Ke
depan, ia berencana ingin membuka lapangan kerja lebih luas lagi.
Setiap gagal selalu bangkit
Kemal Rozandi (42), pria kelahiran Jakarta ini termasuk interpreneur
atau wiraswastawan yang mau memetik hikmah kegagalan. Berkali-kali
usahanya jatuh, berkali-kali pula ia bangkit. Sebelum menjalani bisnisnya
yang sekarang, ia pernah bekerja di salah satu lembaga penunjang pasar
modal di Jakarta karena latar belakang pendidikannya berkaitan dengan
perbankan. Karena krisis moneter beberapa waktu yang lalu, perusahaannya
tutup. Ia pun kemudian mengembangkan usaha minimarket, itu pun gulung
tikar karena tak kuat bersaing dengan ritel-ritel yang ada. Setelah berkali-
kali gagal, ia lalu mencoba berbisnis jaket. Kemal tertarik membuat jaket
karena ia hobi naik sepeda motor. Dalam benaknya, ia melihat pengendara
motor, jumlahnya luar biasa besar. Jaket menurut Kemal juga merupakan
kebutuhan yang cukup penting. Setidaknya untuk naik sepeda motor,
seseorang harus memiliki satu jaket agar lebih aman dan nyaman. Dengan
pikiran itu, ia berpendapat bahwa bisnis jaket cukup prospektif.
Sebelum jaket dibuat, ia membuat desainnya terlebih dahulu. Setelah
desain dibuat, ia kemudian menjahit dan memproduksi dalam jumlah
terbatas. Biasanya ia mencoba hasil produksinya dulu, jika dirasakan cukup
enak, nyaman, dan punya nilai jual, ia segera memproduksi dalam jumlah
banyak dan dipasarkan. Saat ini, berkat ketekunan dan kesabarannya, Kemal
sudah mampu memproduksi tidak kurang dari 300 jaket setiap bulan.
(Sumber: Wirausaha &Keuangan, Ed.024, April 2007)

About Us

Diberdayakan oleh Blogger.